Home   Teori Komunikasi   Teori Pemikiran Kelompok (Groupthink Theory)

Teori Pemikiran Kelompok (Groupthink Theory)

Teori Pemikiran Kelompok (Groupthink Theory)

 

 

Latar Belakang Teori

Teori Pemikiran Kelompok (groupthink) lahir dari penelitian panjang Irvin L Janis. Janis menggunakan istilah groupthink untuk menunjukkan satu mode berpikir sekelompok orang yang sifat kohesif (terpadu), ketika usaha-usaha keras yang dilakukan anggota-anggota kelompok untuk mencapai kata mufakat. Untuk mencapai kebulatan suara klompok ini mengesampingkan motivasinya untuk menilai alternatif-alternatif tindakan secara realistis. Grouptink dapat didefinisikan sebagai suatu situasi dalam proses pengambilan keputusan yang menunjukkan timbulnya kemerosotan efesiensi mental, pengujian realitas, dan penilaian moral yang disebabkan oleh tekanan-tekanan kelompok (Mulyana, 1999).

West dan Turner (2008: 274) mendefinisikan bahwa pemikiran kelompok (groupthink) sebagai suatu cara pertimbangan yang digunakan anggota kelompok ketika keinginan mereka akan kesepakatan melampaui motivasi mereka untuk menilai semua rencana tindakan yang ada. Jadi groupthink merupakan proses pengambilan keputusan yang terjadi pada kelompok yang sangat kohesif, dimana anggota-anggota berusaha mempertahankan konsensus kelompok sehingga kemampuan kritisnya tidak efektif lagi.

Anggota-anggota kelompok sering kali terlibat di dalam sebuah gaya pertimbangan dimana pencarian konsensus lebih diutamakan dibandingkan dengan pertimbangan akal sehat. Anda mungkin pernah berpartisipasi di dalam sebuah kelompok dimana keinginan untuk mencapai satu tujuan atau tugas lebih penting daripada menghasilkan pemecahan masalah yang masuk akal. Kelompok yang memiliki kemiripan antaranggotanya dan memiliki hubungan baik satu sama lain, cenderung gagal menyadari akan adanya pendapat yang berlawanan. Mereka menekan konflik hanya agar mereka dapat bergaul dengan baik, atau ketika anggota kelompok tidak sepenuhnya mempertimbangkan semua solusi yang ada, mereka rentan dalam groupthink.

Dari sini, groupthink meninggalkan cara berpikir individu dan menekankan pada proses kelompok. Sehingga pengkajian atas fenomena kelompok lebih spesifik terletak pada proses pembuatan keputusan yang kurang baik, serta besar kemungkinannya akan menghasilkan keputusan yang buruk dengan akibat yang sangat merugikan kelompok. Janis juga menegaskan bahwa kelompok yang sangat kompak  dimungkinkan karena terlalu banyak menyimpan energi untuk memelihara niat baik dalam kelompok ini, sehingga mengorbankan proses keputusan yang baik dari proses tersebut. adapun proses dalam pembuatan keputusan dalam kelompok, secara umum dapat digambarkan sebagai berikut:

Esensi Teori

Groupthink merupakan teori yang diasosiasikan dengan komunikasi kelompok kecil. Lahirnya konsep groupthink didorong oleh kajian secara mendalam mengenai komunikasi kelompok yang telah dikembangkan oleh Raimond Cattel (Santoso & Setiansah, 2010:66). Melalui penelitiannya, ia memfokuskannya pada keperibadian kelompok sebagai tahap awal. Teori yang dibangun menunjukkan bahwa terdapat pola-pola tetap dari perilaku kelompok yang dapat diprediksi, yaitu:

1.      Sifat-sifat dari kepribadian kelompok

2.      Struktural internal hubungan antar anggota

3.      Sifat keanggotaan kelompok.

Temuan teoritis tersebut masih belum mampu memberikan jawaban atas suatu pertanyaan yang berkaitan dengan pengaruh hubungan antar pribadi dalam kelompok. Hal inilah yang memunculkan suatu hipotesis dari Janis untuk menguji beberapa kasus terperinci yang ikut memfasilitasi keputusan-keputusan yang dibuat kelompok.

Hasil pengujian yang dilakukan Janis menunjukkan bahwa terdapat suatu kondisi yang mengarah pada munculnya kepuasan kelompok yang baik. Asumsi penting dari groupthink, sebagaimana dikemukakan Turner dan West (2008: 276) adalah:

1.      Terdapat kondisi-kondisi di dalam kelompok yang mekmpromosikan kohesivitas tinggi.

2.      Pemecahan masalah kelompok pada intinya merupakan proses yang menyatu

3.      Kelompok dan pengambilan keputusan oleh kelompok sering kali bersifat kompleks

Perhatikan kisah di awal, upaya LSM Bumi Hijau membangun kohesivitas berimplikasi pada pengabaian pendapat personal yang bisa jadi pendapatnya lebih rasional. Kohesivitas ini dibangun atas semangat perjuangan bersama, semangat pengabdian melalui sebuah lembaga nonpemerintah.

Hasil akhir dari analisis Janis menunjukkan beberapa dampak negatif dari pikiran kelompok dalam membuat keputusan, yaitu.

a.       Diskusi amat terbatas pada beberapa alternatif keputusan saja

b.      Pemecahan masalah yang sejak semula sudah cenderung dipilih, tidak lagi dievaluasi atau dikaji uang

c.       Alternatif pemecahan masalah yang sejak semula ditolak, tidak pernah dipertimbangkan kembali

d.      Tidak pernah mencari atau meminta pendapat para ahli dalam bidangnya.

e.       Kalau ada nasehat atau pertimbangan lain, penerimaannya diseleksi karena ada bias pada pihak anggota.

f.       Cenderung tidak melihat adanya kemungkinan-kemungkinan dari kelompok lain akan melakukan aksi penantangan, sehingga tidak siap melakukan antisipasinya.

g.      Sasaran kebijakan tidak disurvai dengan lengkap dan sempurna.

Ilustrasi Janis selanjutnya mengungkapkan kondisi nyata suatu kelompok yang dihinggapi oleh pikiran kelompok, yaitu dengan menunjukkan delapan gejala perilaku kelompok sebagai berikut:

1.      Persepsi yang keliru (illusions), bahwa ada keyakinan kalau kelompok tidak akan terkalahkan.

2.      Rasionalitas kolektif, dengan cara membenarkan hal-hal yang salah sebagai seakan-akan masuk akal.

3.      Percaya pada moralitas terpendam yang ada dalam diri kelompok.

4.      Streotip terhadap kelompok lain (menganggap buruk kelompok lain).

5.      Tekanan langsung pada anggota yang pendapatnya berbeda dari pendapat kelompok.

6.      Sensor diri sendiri terhadap penyimpangan dari sensus kelompok.

7.      Ilusi bahwa semua anggota kelompok sepakat dan bersuara bulat.

8.      Otomatis menjaga mental untuk mencegah atau menyaring informasi-informasi yang tidak mendukung, hal ini dilakukan oleh para penjaga pikiran kelompok (mindguards).

 

Berdasarkan penelitian yang berkembang pada periode selanjutnya, ada beberapa hipotesis mengenai faktor-faktor determinan yang terdapat pada pikiran kelompok.

a.       Faktor antesenden.

Kalau hal-hal yang mendahului ditujukan untuk meningkatkan pikiran kelompok, maka keputusan yang dibuat oleh kelompok akan bernilai buruk. Akan tetapi kalau hal-hal yang mendahului ditujukan untuk mencegah pikiran kelompok, maka keputusan yang akan dibuat oleh kelompok akan bernilai baik.

b.      Faktor kebulatan suara

Kelompok yang mengharuskan suara bulat justru lebih sering terjebak dalam pikiran kelompok, dari pada yang menggunakan sistem suara terbanyak.

c.       Faktor ikatas sosial-emosional

Kelompok yang ikatan sosial emosionalnya tinggi cenderung mengembangkan pikiran kelompok. Sedangkan kelompok yang ikatannya lugas dan berdasarkan tugas belaka cenderung lebih rendah pikiran kelompoknya.

d.      Toleransi terhadap kesalahan

Pikiran kelompok lebih besar kalau kesalahan-kesalahan dibiarkan dari pada tidak ada toleransi atas kesalahan-kesalahan yang ada.

Kajian groupthink menemukan fakta menarik bahwa banyak peristiwa penting yang berdampak luas disebabkan oleh keputusan sekelompok kecil orang, yang mengabaikan informasi dari luar mereka. Misalnya dalam peristiwa Pearl Harbour (1941), keputusan fatal diambil karena mengabaikan informasi penting intelejen sebelumnya. Minggu-minggu menjelang penyerangan Pearl Harbour di bulan Desember 1941 yang menyebabkan Amerika Serikat terlibat Perang Dunia II, komandan-komandan militer di Hawaii sebetulnya telah menerima laporan intelejen tentang persiapan Jepang untuk menyerang Amerika Serikat di suatu tempat di Pasifik. Akan tetapi para komandan memutuskan untuk mengabaikan informasi itu. Akibatnya, Pearl Harbour sama sekali tidak siap untuk diserang. Tanda bahaya tidak dibunyikan sebelum bom-bom mulai meledak. Walhasil, perang mengakibatkan 18 kapal tenggelam, 170 pesawat udara hancur dan 3700 orang meninggal.

Berdasarkan gejala-gejala yang ada, umumnya kelompok yang memiliki semangkin banyak gejala yang ada ia akan semakin tidak baik. Para anggota kelompok akan memberikan penilaian yang berlebihan terhadap kelompoknya seperti kelompoknyalah yang paling benar. Selain itu kelompok pemikiran individu akan tertutup oleh pemikiran kelompok. Ketika suatu kelompok memiliki pikiran yang tertutup, kelompok ini tidak akan mengindahkan pengaruh-pengaruh dari keluar kelompok. Akan selalu ada tekanan untuk mencapai keseragaman, adanya ilusi bahwa akan adanya kebulatan suara meskipun pada dasarnya ada di antara kelompok yang tidak mendukung. Untuk mengatasi gejala-gejala pemikiran kelompok seperti itu adalah dengan lebih banyak berpikir sebelum bertindak. Banyak contoh kasus peristiwa komunikasi yang bisa dilihat dari teori ini diantaranya adalah: ngototnya kepengurusan PSSI yang dipimpin oleh Nurdin Halid untuk tidak mau mundur dari PSSI. Kelompok pendukungnya akan selalu memiliki argumen-argumen yang selalu dilandasi oleh pemikiran kelompok.

 

Get Best Services from Our Business.