Home   Pengantar Ilmu Komunikasi   Teori Pelanggaran Harapan

Teori Pelanggaran Harapan

Teori Pelanggaran Harapan

 

Teori Pelanggaran harapan (Expectacy Violation Theory/EVT) didasarkan pada penelitian Judee Burgoon (1978). Teori ini memandang komunikasi sebagai proses pertukaran informasi tingkat tinggi dalam hal hubungan isi komunikasi. Sehingga teori ini bisa digunakan oleh masing-masing pelaku komunikasi untuk menyerang harapan-harapan pihak lawan bicaranya, baik dalam arti positif mapupun negatif, bergantung kepada suka atau tidak suka para pelaku komunikasi masing-masing.

Satu hal yang penting dari bahasan mengenai komunikasi adalah peranan komunikasi nonverbal. Apa yang kita lakukan dalam sebuah percakapan dapat menjadi lebih penting dari apa yang sebenarnya kita katakan. Untuk memahami komunikasi nonverbal serta pengaruhnya terhadap pesan-pesan dalam sebuah percakapan, Judee Bargoon mengembangkan Teori Pelanggaran Harapan (1978), pada mulanya disebut dengan Teori Pelanggaran Harapan Nonverbal (Nonverbal Expectancy Violations Theory). Tetapi kemudian Bargoon menghapus kata nonverbal karena sekarang teori-teori ini juga mencakup isu-isu di luar area komunikasi nonverbal.

Teori pelanggaran harapan menjelaskan bahwa orang memiliki harapan mengenai perilaku nonverbal orang lain. Perubahan tak terduga yang terjadi dalam jarak perbincangan antara para komunikator dapat menimbulkan suatu perasaan tidak nyaman atau bahkan rasa marah dan sering kali ambigu. Teori ini mengintegrasikan kejadian-kejadian khusus dari komunikasi nonverbal; yaitu, ruang personal dan harapan orang akan jarak ketika perbincangan terjadi.

 

Hubungan Ruang

Ilmu yang mempelajari penggunaan ruang seseorang disebut sebagai proksemik (proxemics). Proksemik membahas tentang cara seseorang menggunakan ruang dalam percakapan mereka dan juga persepsi orang lain akan penggunaan ruang. Mark Knapp dan Judith hall (2002) menjelaskan bahwa penggunaan ruang seseorang dapat mempengaruhi kemampuan mereka untuk mencapai tujuan yang diinginkan. Penggunaan ruang dapat mempengaruhi makna dan pesan (dalam West & Turner, 2008: 155).

Burgoon (1978) memulai teori ini dari mempelajari interpretasi dari pelanggaran ruang. Ia mulai dari sebuah premis bahwa manusia memiliki dua kebutuhan yang saling bertarung: afiliasi dan ruang pribadi. Ruang Personal (personal space), menurut Bargoon dapat didefinisikan sebagai “sebuah ruang tidak kelihatan dan dapat berubah-ubah yang melingkupi seseorang, yang menunjukkan jarak yang dipilih untuk diambil oleh seseorang terhadap orang lain”. Dalam hal ini, manusia senantiasa memiliki keinginan untuk dekat dengan orang lain, tetapi juga menginginkan adanya jarak tertentu. Hal ini membingungkan, tetapi merupakan dilema yang realistis bagi banyak dari kita.

Teori pelanggaran harapan Burgoon banyak dipengaruhi oleh karya-karya dari seseorang antropolog bernama Edward Hall (1966). Hall mengklaim bahwa terdapat empat zona proksemik-intim, personal, sosial, dan publik. Tiap zona digunakan untuk alasan-alasan yang berbeda. Hall juga memasukkan batasan dari jarak spesial dan perilaku yang sesuai untuk setiap zona.

Jarak Intim, zona ini mencakup perilaku yang ada pada jarak antara 0 sampai 18 inchi (46 sentimeter). Perilaku-perilaku ini termasuk perilaku yang bervariasi mulai dari sentuhan (misalnya, berhubungan intim) hingga mengamati bentuk wajah seseorang. Jarak personal, zona yang berkisar antara 18 inchi (46 sentimeter) – 4 kaki (1,2 meter), digunakan untuk keluarga dan teman. Dalam zona jarak personal, volume suara yang digunakan biasanya sedang, panas tubuh dapat dirasakan, dan bau napas atau bau badan dapat tercium. Jarak Sosial, zona yang berkisar antara 4-12 kaki (1,2 – 3,6 meter), digunakan untuk hubungan-hubungan yang formal seperti hubungan dengan rekan sekerja. Dan Jarak Publik, zona yang berjarak 12 (3,7 meter) kaki atau lebih dan digunakan untuk diskusi yang sangat formal seperti antara dosen dan mahasiswa di dalam kelas.

Disamping itu, ada kewilayahan (territoriality), yaitu kepemilikan seseorang akan sebuah area atau benda. Ada tiga jenis wilayah, yaitu: wilayah primer (primary territories) menunjukkan kepemilikan ekslusif seseorang terhadap sebuah area atau benda, wilayah sekunder (secondary territories) merupakan afiliasi seseorang dengan sebuah area atau benda, dan wilayah publik (public territories) menandai tempat-tempat terbuka untuk semua orang, termasuk pantai dan taman.

Kewilayahan seringkali diikuti dengan pencegahan dan reaksi. Maksudnya orang akan berusaha mencegah anda memasuki wilayah mereka atau akan memberikan respons begitu wilayah mereka dilanggar. Manusia biasanya menandai wilayah mereka dengan empat cara: menandai (menandai wilayah kita), melabeli (memberikan simbol untuk identifikasi), menggunakan tanda atau gambar yang mengancam (menunjukkan penampilan dan perilaku yang agresif), dan menduduki (mengambil tempat terlebih dahulu dan tinggal di sana untuk waktu yang lama dari orang lain).

 

Asumsi Teori Pelanggaran Harapan

Teori ini berakar pada bagaimana pesan-pesan ditampilkan pada orang lain dan jenis-jenis perilaku yang dipilih orang lain dalam sebuah percakapan. Selain itu teori ini juga memiliki asumsi yaitu:

  1. Harapan mendorong terjadinya interaksi antarmanusia. Harapan dapat diartikan sebagai pemikiran dan perilaku yang diantisipasi dalam percakapan dengan orang lain. Termasuk dalam harapan ini adalah perilaku verbal dan nonverbal, karena perilaku seseorang umumnya tidaklah diacak, sebaliknya mereka memiliki berbagai harapan mengenai bagaimana seharusnya orang berpikir dan berperilaku. Harapan sangat terkait erat dengan norma-norma sosial, streotip, rumor, sifat-sifat yang dimiliki komunikator. Sebagai contoh, seseorang yang sedang diwawancarai saat melamar pekerjaan juga diharapkan menjaga jarak yang sesuai menurut pewawancara selama proses wawancara berlangsung. Banyak orang di Amerika Serikat tidak menginginkan orang yang tidak mereka kenal untuk berdiri terlalu dekat atau terlalu jauh dari mereka. Oleh karena itu, perilaku ini bervariasi dari satu orang ke orang lainnya.
  2. Harapan terhadap perilaku manusia dipelajari. Orang mempelajari harapannya melalui budaya secara luas dan juga individu-individu dalam budaya tersebut. Misalnya, budaya Amerika mengajarkan bahwa hubungan antara professor dan mahasiswanya didasari rasa hormat professional. Contoh lain yang sederhana adalah bahwa harapan mahasiswa dan mahasiswi memiliki harapan yang berbeda terhadap dosen mereka.
  3. Orang membuat prediksi mengenai perilaku nonverbal. Keaktraktifan orang lain mempengaruhi evaluasi akan harapan. Dalam percakapan, orang tidak hanya sekedar memberikan perhatian pada apa yang dikatakan oleh orang lain. Namun pada dasarnya, perilaku nonverbal pun mempengaruhi percakapan dan perilaku ini mendorong orang lain untuk membuat prediksi. Sebagai contoh, ketika anda ada di sebuah toko, ada seseorang yang menatap anda dengan tatapan yang lama. Anda mungkin akan merasakan sedikit aneh dengan tatapan orang ini. Akan tetapi, karena anda merasa tertarik dengan orang ini, maka kerikuhan yang muncul berubah menjadi rasa nyaman. Bahkan anda mulai menduga bahwa orang tersebut tertarik dengan anda, karena melihat berkurangnya jarak fisik diantara anda berdua. Contoh ini menggambarkan fakta bahwa anda membuat prediksi (orang itu tertarik pada anda).

Apa yang terjadi ketika harapan kita tidak terpenuhi dalam percakapan dengan orang lain? Ketika orang menjauhi atau menyimpang dari harapan, bagaimana  penyimpangan ini diterima tergantung dari potensi penghargaan dari orang lain. Tidak semua pelanggaran atas perilaku yang diharapkan menimbulkan persepsi negatif. Orang memiliki potensi baik untuk memberikan penghargaan maupun memberikan hukuman dalam percakapan. Selain itu juga orang membawa karakteristik positif maupun negatif dalam sebuah interaksi. Burgoon menyebut ini sebagai valensi penghargaan komunikator (communicator reward valence). Burgoon berpendapat bahwa konsep penghargaan mencakup beberapa karakteristik yang menyebabkan seseorang dipandang positif atau negatif. Menurut teori pelanggaran harapan, interpretasi terhadap pelanggaran seringkali bergantung pada komunikator serta nilai-nilai yang mereka miliki.

Ketika kita sedang berkomunikasi dengan orang lain, dan harapan-harapan kita dilanggar, tentu kita akan bersikap dan bertindak sesuai dengan kondisi dan situasi tertentu. Selain itu kita harus sesuaikan dengan karakter kita selama ini ketika kita berkomunikasi dengan orang lain. Ketika lawan bicara kita melanggar proses komunikasi yang sedang berlangsung, kita akan lihat jenis serangan tersebut. Jika berbentuk dukungan positif sesuai harapan, bersifat argumentasi positif, dan evaluasi yang positif terhadap diri dan pandangan-pandangan kita, tentu itu justru akan menghasilkan pemahaman yang lebih positif lagi. Sebaliknya, jika jenis serangannya mengarah ke hal-hal yang tidak kita harapkan, proses komunikasi tidak akan menghasilkan kesepahaman yang positif.

Contoh kasus dapat sering terjadi di dunia akademis, meskipun ini jarang di sadari. Ketika terjadi proses komunikasi antara mahasiswa dengan staf atau pegawai akademis untuk mendapatkan informasi, mahasiswa sering masuk atau melanggar wilayah yang sudah dibatasi oleh aturan yang berlaku. Atau sang pegawai tidak dapat memberikan informasi yang memuaskan kepada mahasiswa tersebut sesuai harapannya, sehingga membuat si mahaiswa tidak puas, mungkin mengomel, mengumpat.

 

Get Best Services from Our Business.